Desa Pangkung karung |
Kec. Kerambitan, Kab. Tabanan, Provinsi bali
Sejarah desa pangkung karung
Sebelum kami menguraikan sejarah Desa Pangkungkarung telebih dahulu akan kami uraikan sekedar perkembangan pulau Bali terlebih dahulu semasa pemerintahan raja raja di Bali.
Bali sebelum dipengaruhi oleh pemerintahan Belanda sebagai penjajahan dan tiap tiap daerah dipmpin oleh seorang seorang pemimpin daerah yang di sebut raja misalnya : 1. Kerajaan karangasem, 2. Kerajaan Kelungkung, 3. Kerajaan Bangli, 4. Kerajaan Gianyar, 5. Kerajaan Badung, 6. Kerajaan Tabanan, 7. Kerajaan Buleleng, dan 8. Kerajaan Jembrana, yang masing – masing kerajaan mempunyai kekuasaan sendri – sendiri.
Demikian pula di daerah kerajan Tabanan yang dikuasai oleh seorang raja dengan gelar : Cokorda seorang raja mempunya pembantu – disebut pada waktu itu mahapatih ( pepatih ) yang patuh dengan segala perintah raja.
Berbicara masalah sejarah suatu pemikiran yang mengacu pada masa lampau. Oleh karenanya penguraian dalam hal sejarah merupakan penyampaian pesan tentang apa – apa yang pernah terjadi pada masa lampau. Kalau kita amati dari segi tujuan dalam hal penguraian sejarah adalah sebagai bandingan masa lampau – masa sekarang dan sebagai cermin terhadap peristiwa yang akan datang.
Dalam hal ini kita berbicara secara yang lebih khusus mengenai sejarah yaitu sejarah Desa di mana kita temukan dua patah kata yaitu : Sejarah dan Desa.
Kata sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang di ambil alih dari kata Arab , yaitu sejarah : mengandung arti : pohon, keturunan asal usul , silsilah, riwayat , babad, tabe dan tariek. Sedangkan yang dinamakan Desa adalah : Suatu kesatuan Hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkeluarga mengadakan pemerintahan sendiri. Dari pengertian diatas maka pengertian sejarah Desa dapat di defisinikan sebagai berikut : Sejarah Desa adalah dalam mempelajari tentang masa lampau suatu desa tertentu sebagai bandingan pada masa sekarang dan sebagai sistem yang akan datang.
Dalam hal ini akan dicoba untuk menguraikan sejarah Desa yaitu sejarah desa Pangkungkarung.
Berdasarkan bukti – bukti dari sebuah catatan yang autentik yang berupa prasasti pura Batur, juga berdasarkan ceritra dari para orang tua kami yang ada di Desa yang kami anggap kompeten dalam hal itu. Pada tahun 1486 tahun masehi Kerajaan Gelgel di Kelungkung pada waktu itu mengalami kekacauan sehingga banyak diantara rakyatnya yang melarikan diri mencari derah yang lebih aman.Terpetiklah kisah diantatara pelarian itu sebagai berikut :
Sepuluh orang diantara mereka mengembara secara berkelompok dengan tekad dan tujuan yang sama yaitu Mencari derah yang aman dan daerah pertanian baru sehingga mereka dapat mewariskan hari depan yang lebih baik bagi anak cucunya . Mereka itu adalah :
- I Gde Bendesa Batur Rangkan berasal dari Rangkan Ketewel Gianyar.
- I Gde Bagia Besikalung dari Babahan Penebel.
- I Gde Tangkas Sading dari Desa Sading Menguwi.
- I Gde Kemenuh dari Desa Kemenuh ukawati Gianyar.
- I GdeArya Bajang dari Desa Cepaka Kediri.
- I gde Kubontubuh dari Desa Menguwi Badung.
- I Gde Gebleh dari Abianbase kapal Badung.
- I gde Gaing dari Batugaing Beraban Kediri.
- I Gde Sukajati dari Desa Buduk Badung.
- I Gde Serongga dari Serongga – Lebih – – Gianyar.
Semuanya ini berpindah dari daerah asalnya menuju daerah kerajaan Tabanan dan tidak diceritakan dalam perjalanan semuanya menuju istana kerajaan, di sana semunya bertemu dan diangkat menjadi Mahapatih dan tugas – tugas Kerajaan yang lain di Kerajaan Tabanan.
Pada tahun 1490 tahun masehi waktu itu Desa Pangkungkarung masih merupakan sebuah hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon kapuk ( pohon kutuh ) , pohon bengkel, pohon cemara, pohon sandat pohon cepaka dan lain-lainnya, yang daerah ini termasuk wilayah kerajaan Tabanan.Hutan itu sangat angker karena banyak kejadian kejadian yang ajaib yang tak masuk akal terjadi di bengkel dan hutan kapuk itu.
Pada suatu hari Raja Tabanan sedang menikmati keindahan alam di seputar istana kerajaan itu, tiba-ttiba dikejutkan dengan kepulan yang terus menerus tiada henti-hentinya yang menjulang tinggi keangkasa seolah-olah tembus ke langit.
Maka dipanggillah mahapatih-mahapatih beliau untuk dibicarakan asap apa itu sebenarnya. Setelah para patih patih itu mendengar penjelasan Raja Kerajaan Tabanan , maka semua sangat perihatin apakah hutan itu terbakar atau apa itu sebenarnya . Maka Raja Tabanan mengutus beberapa maha patih bersama pasukan lainnya diantaranya :
I Gde Serongga, I Gde Bendesa Batur Rangkan, I Gde Tangkas Sading Mengwi, I Gde Kemenuh, I Gde Sukajati, Gde Bagia Besikalung, I GdeKubon Tubuh, I MGde Gebleh, I gde Gaing sambil bersabda :
“ Uduh para paman Patih semuanya, aku menugaskan para paman-paman semuanya untuk menyelidiki asap yang mengepul tinggi ke udara dengan tidak putus-putusnya, apa itu sebenarnya,jangan-jangan ada apa di sanadan kalau benar demikian jangan-jangan hutan itu terbakar.
Bila hutan itu terbakar apa jadinya tanah di situ nantinya. Bila paman telah dapati dan ketahui hutan itu dan tempat asap itu mengepul segeralah laporkan kemari agar aku mengetahuinya. Demikianlah sabda Raja Tabanan kepada para Patih Beliau semua. Paman Gde Bendesa Batur Rangkan saudara kuperintahkan dan kupercaya untuk memimpin pasukan ini untuk menyelidiki tempat hutan itu.
Demikianlah sabda Raja Tabanan.Setelah selesai beliau Bersabda lalu I Gde Bendesa Batur Rangkan menjawab bersama kawan-kawannya : “ Ya, Paduka Raja, titah Paduka hamba jalani sekemampuan hamba bersama kawan-kawan kami. Nah paman semuanya berangkatlah segera agar jangan terlambat meneliti tempat itu,dan ini bekal untuk dipakai dalam perjalanan. Baru demukian sabda Raja ,maka semua mahapatih bersama kawan-kawannyayang dititahkan oleh Raja segera berangkat menuju tempat itu.
Diwaktu pasukan penyelidik itu berangkat untuk menyelidiki asap yang mengepul tebal itu, langit sebelah utara dan di atas wilayah Kerajaan Tabanan diselimuti mendung yang sangat tebal,tiba-tiba turunlah hujan yang sangat derasnya membasahi persada Ibu Pertiwi di wilayah Kerajaan Tabanan. Maka akibatnya banjirlah sungai-sungai yang dituruni hujan itu terutama sungai Yeh Empas dan sungai Yeh Nu.
Dengan moto : Wira Dharma Jayate Yang Maksudnya : Dengan semangat yang tinggi mengabdi dengan penuh kesucian untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan tugas menyelidiki kejadian yang aneh di hutan itu dengan tidak mengenal panas dan hujan yang menghadangnya maka pasukan penyelidik itu telah sampai di sebelah timur hutan kapuk dan hutan bengkel itu. Kbetulan pangkung yang yang dilalui oleh air banjir itu sangat dalam dan deras sekali, dengan semangat pantang menyerah pasukan penyelidik asap itu yang terdiri dari sepuluh orang itu seperti yang telah disebutkan di atas dengan susah payah mengarungi pangkung ( Tukad )sumgai Yeh Nu itu ada yang di bawa arus sungai sampai jauh ke mudik, namun berkat ketangkasan dan ketrampilan beliau-beliau semuanya selamat di pinggiran barat pangkung ( sungai ) yang diarungi itu yaitu : sungai Yeh Nu itu. Setelah semua pasukan itu telah kumpul di pinggiran sungai itu maka meneruskan perjalanan menuju arah barat dari pangkung ( sungai Yeh Nu ) itu maka dilihatnya ada kepulan asap yang datangnya dari celah-celah batu itu, lalu diberi tanda oleh para pasukan penyelidik.
Kemudian para pasukan penyeklidik asap itu semuanya berkumpul untuk membicarakan hal itu dan sebagai perintah Raja agar kita melaporkan ke istana kerajaan Tabanan bahwa asap yang mengepul itu telah diketemukan di hutan bengkel dan dihutan kapuk itu. Dengan hasil musyawarah dan mufakat bersama maka diberikanlah kepercayaan saudaranya yang bersama I gde Bendesa Batur Ranghkan bersama I Gde Serongga kembali ke Istana Kerajaan Tabanan melaporkan bahwa asap yang menjulang tinggi mengepul ke udara itu telah diketemukan di hutan kapuk ( kutuh ) dan hutan bengkel itu. Maka kedua para utusan itu kembali ke Istana Kerajaan Tabanan mengarah timur laut. Tiada berapa lama dalam perjalanan maka kedua utusan itu telah tiba di Kota Kerajaan Tabanan dan segera menghadap Paduka Raja Kerajaan Tabanan. Setelah diterima kedua utusan itu di istana Kerajaan Tabanan maka raja Tabanan kembali bersabda .
Paman Patih setelah aku mendengar penjelasan paman itu aku sangat gembira sekali karna kebranian dan semangat pengabdian paman semua aku berikan wilayah hutan itu bersama sama dengan kawan kawan Paman menempatinya untuk tempat tinggal agar anak cucu buyut paman mempunyai tempat tinggal yang tetap. Maka penugrahan raja Tabanan diterima oleh kedua utusan itu, kemudian setelah mohon permisi untuk kembali kehutan itu maka kedua utusan itu lalu berangkat kembali kehutan kapuk bengkel itu ketempat kawan – kawannya ditempat kawannya dekat asap batu itu. Tiada berapa lama dalam perjalanan maka kedua kedua utusan itu telah tiba di hutan kapuk dan bengkel itu dan segera bertemu dengan kawan kawannya dalam pasukan penyelidikkan. Hutan disebelah utara dari pusat kepulan asap itu hutannya sangat lebat penuh dengan kayu kayuan yang ditumbuhi dengan kayu kayuan dengan tumbuh tumbuhan bunga yang sangat harum semerbak seperi pohon sandat majegawu, cepaka dan lain lainnya , sehingga hutan itu lebih dikenal dengan hutan : Taman Harum yang diselang selingi oleh kayu kayuan yang besar besar.
Sedangkan disebelah selatan tempat pusat kejadian kepulan asap itu kurang lebih jauhnya satu setengah kilo meter tanahnya agak mirng keselatan yang juga penuh di tumbuhi hutan – hutan kayu yang besar – besar
Kemudian kesepuluh para pasukan penyelidik asap yang telah disebutkan diatas itu mengadakan perundingan disana untuk mengenang kejadian penyebrangan diwaktu akan menyelidiki tempat kepulan asp itu dari tengah batu lalu hutan ditempat itu diberi nama : Pangkung aerung yang berarti untuk mencapai hutan itu atau pusat kepulan asap itu dengan susah payah penuh dengan bahaya.
Pangkung berarti sungai kecil, Arung berarti menyebrangi . Jadi Pangkungkarung berarti pangkung ( sungai kecil ) yang disebrangi. entah berapa masa telah telah berjalan kata pangkung arung itu berubah sebutannya menjadi : Pangkung Karung.
Kemudian kesepuluh pasukan penyelidik asap yang di tugaskan oleh raja Tabanan itu membagi tempat tinggal yaitu :
I Gde Bendesa Batur Rangkan tetap tinggal ditempat kejadian kepulan asap yang menjulang tinggi itu. I Gde Bagia Besikalung pindah tempat menuju htan disebelah barat daya pusat kepulan asp itu bersama sama I Gde Tangkas Sading., I Gde Kemenuh , I Gde (Arya Bajang , I Gde Kubontubuh . setelah beberapa masa beliau beliau itu berada disitu sudah pula merabas hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan membangun masing – masing pura untuk memuja para roh leluhurnya.
I Gde Bagia Besikalung membangun puranya dengan disebut pura Pasek Bendesa Besikalung.
I Gde Tangkas Sading membangun puranya dengan disebut puranya : Pura Tangkaskeriagung.
I Gde Kemenuh membangun puranya dengan sebutan : pura Bujangga Waisnawa.
I Gde Arya Bajang membangun puranya dengan sebutan : pura Arya Bajangan.
I Gde Kubentubuh membangun puranya dengan sebutan : pura Arya Kubentubuh.
Sedangkan Igde Serongga mengalih tempat dari pusat kepulan asap itu menuju arah selatan kurang lebih satu setengah kilometer jauhnya, sedangkan I Gde Gebleh , I Gde Gaing dan I Gde Sukajati menempati hutan disebelah uara tempat kepulan asap itu yang pada waktu itu hutan itu disebut : taman harum . I Gde Gebleh, I Gde Gaing dan I Gde Sukajati tdak bersama sama bertempat tinggal yaitu berjauhan tempatnya diselang selingi oleh hutan, kemudian tempat lebih dikenal dengan hutan selang seling.
Entah berapa tahun sudah para penghuni dihutan Taman harum itu bertempat tinggal maka terjadilah suatu prtempuran dihutan pesiatan ( hutan Pesiapan ) yang letaknya disebelah timur dari hutan Taman harum ( Hutan Selang seling ) antara kerajaan Tabanan dengan kerajaan Penebel membawa masing masing pasukan raja itu.. Pertempuran terjadi sangat sengitnya dan banyak pasukan – pasukan itu yang gugur didalam pertempuran, sehingga banyak pula yang lari kehutan Taman harum dan dikejar kejar oleh musuhnya kemudian perang tanding dan disana di hutan taman harum gugurlah banyak pasukan antara kerajaan Tabanan dengan Penebel sehingga banyaklah mayat yang bergelimpangan gugur di medan peperangan . lama mayat itu bergelimpangan tetapi tidak berbau busuk ( berbau seling ).
Kemudian setelah perkembangan penduduk di hutan itu bertambah banyak lalu hutan itu lebih dikenal dengan hutan selingsing.Kemudian setelah hutan selingsing ini dihuni oleh keturunan I Gde Gebleh , I Gde Gaing dan I Gde Sukajati beserta keluarga keluarga lainnya yang juga datang kehutan itu., yang bertempat tinggal berjejer memanjang dari utara keselatan membentuklah sebuah Banjar yang disebut Banjaran Selingsing. Kemudian membangun Tri Khayanga
( Khayangan Tiga ) yaitu Pura Puseh desa Bale agung menjadi satu lokasi dan Pura dalem Perajapati yang merupakan kesatuan agama hindu kemudian disebut Desa Adat Selingsing yang di pimpin oleh Bendesa Adat dengan dibantu oleh para Penyarikan dan Petengen.
Disamping itu juga keturnan dari I Gde Gebleh membangun sebuah pura untuk memuja roh para roh leluhurnya yang disebut Pura Pasek Gebleh. Keturunan dari I Gde Gaing membangun pula pura untuk memuja roh para leluhurnya yang disebut : Pura Pasek Dangka Batugaing.
Keturunan dari I Gde Sukajati membangun pula sebuah pura Paibon untuk memuja para roh leluhurnya yang disebut : Paibon Pasek Tohjiwa kesahan Buduk.
Ditempat kejadian pertempuran dihutan Pesiapan ( Pesiatan ) di bangun pula sebuah Pura untuk mengenang jasa – jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran antara pasukan Tabanan dengan Penebel maka pura itu di sebut Pura Pesiatan ( Pesiapan ).
Sampai disini dulu kita ceritrakan mengenai bebanjaran selinsing kini kita beralih ketempat semula yaitu di bekas hutan itu dan tempat batu yang mengeluarkan asap itu yang dihuni oleh I Gde Bendesa Batur Rangkan , yang bekas itu tempat itu mengeluarkan kepulan asap , oleh keturunan beliau itu lalu di bangun sebuah Pura untuk memuja roh para roh leluhurnya yang disebut Pura Bendesa batur Rangkan.
Kini kembali kami muraikan mengenai I Gde Serongga memilih tempat dihutan sebelah selatan wilayah bebanjaran I Gde Bendesa Batur Rangkan Pangkung arung ( Pangkung Karung ), kemudian setelah merabas hutan disana untuk dijadikan tempat tinggal bersama – sama dengan keluarga lainnya yang juga datang kesitu, kemudian membangun sebuah Pura untuk para roh leluhurnya disebut Pura Bendesa Serongga.
Kemudian setelah banyak para penghuni hutan itu membangun pula rumah dan kawitannya maka lalu membangun pula sebuah Bebanjaran itu disebut bebanjaran Serongga Gede.
Kemudian I Gde Pasek Bendesa Serongga ( dikenal pula Pura Siwa ) keturunannya bersama – sama dengan keluarga keluarga pasek lainnya membangun Pura khayangan yaitu : Pura Puseh dan Pura Dalem. Kemudian karma tempat itu telah banyak penghuninya lalu ada pula warga masyarakatnya yang pindah tempat dari situ menuju keutara dari bebanjaran Serongga Pondok.
Demikian perkembangan banjar – banjar yang ada di wilayah Desa Pangkung Karung .
Setelah jaman kerajaan berakhir di Bali lalu diganti dengan pemerintahan Belanda dan Jepang kemidian banjar banjar yang disebut diatas digabungkan menjadi satu Desa Pemerintahan yang disebut : Pangkung Karung yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa.
Setelah Negara Indonesia merdeka kemudian banjar banjar itu terus penduduknya berkembang lalu daerah wilayah Desa Pangkung Karung di bagi mejadi tujuh Banjar yaitu :
- Banjar Selingsing Kaja
- Banjar Selingsing Kelod.
- Banjar Pangkung Karung Kanginan.
- Banjar Pangkung Karung Kawan.
- Banjar Serongga Pondok.
- Banjar Serongga Gede.
- Banjar serongga Kemenuh.
Kemudian sebutan banjar lalu berubah menjadi Dusun .
- Statistik
Jumlah Penduduk
No Data Found
- Aparatur Desa
- Peta Lokasi Kantor
- Statistik Pengunjung